Tampilkan postingan dengan label Televisi Digital Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Televisi Digital Indonesia. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 November 2017

Asuka Car TV-ATSDI Desak Pemerintah Digitalisasi Penyiaran


Asuka Digital Car TV didukung oleh Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) mendesak pemerintah untuk segera mensahkan revisi UU Penyiaran No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Dengan disahkan revisi UU tersebut, maka akan menjadi landasan utama proses migrasi penyiaran televisi analog menjadi digital.
Payung hukum sangat diperlukan saat ini. Banyak stasiun-stasiun tv yang ingin berinvestasi lebih menjadi terhambat karena tidak adanya payung hukum. Dan kalau payung hukumnya tidak ada, maka tidak bisa siaran, membuat rakyat tidak dapat menikmati. Oleh karena itu diharapkan pemerintah segera mengesahkan RUU penyiaran TV Digital di Indonesia, agar masyarakat dapat menikmati juga” kata Erik Limanto, Direktur Utama Asuka Car TV saat Talkshow TV Digital Indonesia di Jakarta, Kamis (3/11).
Menurut Erik, belum disahkan revisi UU ini, banyak pihak pun jadi saling menunggu dan menjadi terhambat. Terhambat baik dari sisi sosialisasi pengedukasian kepada masyarakat, pengembangan usaha kepada pengusaha dalam negeri, maupun industri-industri sekitar yang terkena dampak domino effect.
“Kami menyuarakan dukungan dan mendorong kemajuan bangsa ini untuk bermigrasi segera dari televisi analog ke digital. Banyak pihak pun sebelum RUU disahkan, mereka telah mempersiapkan langkah yang akan dilakukan apabila meja hijau telah berbicara dan payung hukum ditetapkan,” ujar Erik.
Dia mengungkapkan, belum adanya payung hukum digitalisasi penyiaran ini bisa digolongkan menjadi isu yang serius bagi pihak pemerintah, karena lebih dari 120 negara telah berhasil melakukan Analog Switch Off(ASO) dan berhasil di negaranya menjadi lebih maju dibidang teknologi pertelevisiannya.
“Pokok masalah ini sudah menjalani proses sampai sekitar 10 tahun dan tak kunjung selesai sampai saat ini. Sebenarnya, Apakah yang menjadi hambatan selama ini?” tanya Erik.
Selanjutnya, hingga saat ini digitalisasi penyiaran di Indonesia belum banyak diketahui umum. Salah satunya karena kurangnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Sebagai contoh, Banyak kali Asuka Car TV, TV Digital mobil terkemuka Indonesia, mengadakan pameran resmi di acara yang terselenggara di Ibukota, pengunjung yang datang masih menanyakan pertanyaan seputar perbedaan antara televisi digital dan analog serta keunggulan bila mereka menggunakan digital.
“Misi kami untuk membantu mengedukasi masyarakat luas dan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya digital serta keuntungan dari migrasi pertelevisian ini. Selain itu juga agar bisa mendukung dan mendorong stasiun televisi lainnya untuk melakukan peralihan dan perluasan lingkup siaran hingga ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, serta menggaungkan kebutuhan digitalisasi TV Indonesia yang sudah sangat mendesak, supaya mendapat perhatian khusus dari pemerintah maupun masyarakat,” tegas Erik.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) Eris Munandar menuturkan, digitalisasi penyiaran adalah sebuah keniscayaan. Hampir semua negara sudah menerapkan penyiaran digital. Oleh karena itu, dia meminta supaya pemerintah dan juga DPR segera memastikan payung hukum yang jelas, sehingga tidak membuat pelaku industri bingung.
“Demokratisasi penyiaran ada dua, diversity of content dan diversity of ownership. Dan itu akan terimplementasikan, ketika era digitalisasi penyiaran ini terwujud. Karena memang beragam konten dan lainnya. Tidak didominasi oleh konten konten yang hari ini pun menurut catatan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) masih dalam tanda kutip. Jadi saya sepakat, kita sebagai LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) kita fokus saja ke konten, karena lewat konten masa depan bangsa dan negara akan terlihat,” tutur Eris.
Lebih jauh, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris memastikan akhir 2017, revisi UU (Undang-Undang) Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran akan disahkan dan segera diundangkan. Dengan diundangkan revisi UU tersebut, maka akan menjadi landasan utama proses migrasi penyiaran televisi analog menjadi digital.
Menurut Charles, poin-poin alot terkait revisi UU tersebut sudah diputusakan di Baleg (Badan Legislasi). Tinggal menunggu rapat pleno mini untuk meminta pandangan dari fraksi-fraksi di DPR, dan setelah itu langsung diputuskan untuk diundangkan.
“Tinggal tunggu rapat pleno terakhir. Jadi, tinggal selangkah lagi. Saya optimis, akhir tahun ini sudah bisa diundangkan, sehingga tahun depan yang analog sudah bisa di switch off, dan menjadi digital,” kata Charles.
Charles menjelaskan, tarik ulur revisi UU yang sudah memakan waktu 10 tahun ini, disebabkan terdapat banyak kepentingan stakeholder yang berseliweran di dalamnya. Selain itu, karena frekuensi adalah sumber daya yang terbatas dan harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk kepentingan publik, maka pembahasannya pun perlu hati-hati dan memakan waktu yang cukup lama.
“Banyak kepentingan di dalamnya, sehingga pemabahasannya agak lambat. Pembasahan UU penyiaran ini merupakan yang terlama, karena memakan waktu 10 tahun. Ini masuk dalam sejarah pemabahasan revisi di DPR,” ujar Charles.
Sumber : BeritaSatu

DPR Janjikan RUU Penyiaran Rampung Tahun Ini


Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang masih dalam pembahasan DPR menyisakan sebuah kegelisahan besar.
Perkembangan penyiaran Indonesia sudah tertinggal dengan negara lainnya. Perlu diketahui, di Asia Tenggara tinggal Indonesia dan Myanmar yang belum beralih ke digitalisasi penyiaran.
Belum lagi para pelaku TV digital yang sudah tak sabar menggunakan konten digital yang selama ini sudah bosan dengan ujicoba tanpa ada realisasi penyiaran.
"Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dalam ekonomi digital tidak akan terwujud," tandas Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informasi, Diani Citra di sela-sela diskusi 'Televisi Digital Indonesia, Terlambat atau Diperlambat' di di Jakarta, Kamis (2/11/2017).
Sependapat dengan Citra, Eris Munandar, Ketua Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) malah melihat masih menggantungnya penyelesaian RUU Penyiaran ini sengaja diperlambat.
"Kalau bilang diperlambat, saya rasa benar. Kami khawatir jika DPR terus menunda pengesahan RUU Penyiaran hingga tahun depan, bahaya itu. Jelang 2019 anggota DPR sudah sibuk mempersiapkan Pemilu Legislatif dan Presiden.
Mereka akan sibuk di Daerah Pemilihan (Dapil)-nya masing-masing," ujar Eris.
Saat ditanya adakah keterlibatan pengusaha dalam tarik menariknya pengesahan RUU Penyiaran ini, keduanya membenarkan.
"Ya, ada tarik menarik kepentinga pengusaha disini," tandas Citra.
Bahkan Eris mengaku sempat bingung dengan munculnya istilah 'Hybrid' saat DPR akan mengambil keputusan apakan akan menggunakan single atau multi mux operator sebagai penyelenggara infrastruktur multipleksing digital.
"Saya nggak tahu istilah itu muncul darimana. Padahal waktu itu opsinya cuma dua, single atau multi mux operator," tandas Eris.
Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris juga tak menampik adanya kepentingan tertentu yang bermain dalam penetapan RUU Penyiaran ini.
"Ada beberapa fraksi yang memang terlihat sengaja mengulur-ulur. Tapi saya optimis ini akan selesai di akhir tahun ini. Saat ini pembahasan sudah sampai di Badan Legislatif (Baleg) sudah mengarah pada single mux. Selangkah lagi akan ke paripurna," jelas Charles.
Ia juga mengingatkan jika operator dan pelaku industri penyiaran agar fokus pada persiapan konten.
"Jangan jadi juragan frekuensi," tegas Charles.
Sumber : Warta Kota